PROPOSAL PENELITIAN
Judul :
“PERANAN
KEPEMIMPINAN KEPALA DESA SEBADU DALAM
MEMBERIKAN
MOTIVASI KERJA APARAT PERANGKAT DESA”
(Suatu Studi di Desa Sebadu,
Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak)
A. Masalah
Penelitian
1.
Latar
Belakang Masalah
Pada
era pelaksanaan otonomi daerah sekarang ini, desa memiliki peranan yang sangat
strategis dalam bidang pembangunan. Pembangunan desa merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari pembangunan daerah dan nasional, oleh karena itu tidak
dapat dikesampingkan begitu saja. Perkembangan dan kemajuan yang dialami oleh
desa akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi pembangunan yang
dikehendaki oleh daerah maupun bangsa Indonesia . Bukan itu saja,
ketidakberhasilan pembangunan di desa juga turut menjadi penghambat percepatan
pembangunan yang merata sebagaimana
keinginan kita bersama yang tertuang dalam tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia .
Salah
satu ujung tombak pembangunan didesa terletak ditangan pemerintah desa.
Pemerintah desa dipimpin oleh kepala desa. Dalam menjalankan tugasnya kepala
desa dibantu oleh perangkat-perangkat desa lainnya baik dari unsur staf, unsur
pelaksana dan unsur wilayah. Secara hirarkhi kepala desa merupakan atasan
langsung dari perangkat-perangkat desa tersebut. Dengan demikian, sejauhmana perangkat
desa yang ada ini dapat memiliki kinerja yang optimal akan sangat tergantung
pada bagaimana peranan kekepimpinan yang dimainkan oleh kepala desa dalam
menggerakkan seluruh aparat perangkat desa yang ada. Mengingat begitu
strategisnya fungsi dari perangkat desa ini, maka menjadi hal yang amat sangat
penting bagi seorang kepala desa untuk mengupayakan bagaimana agar seluruh
perangkat desa berfungsi sebagaimana mestinya.
Lebih
jauh, kepala desa memiliki peranan yang cukup penting guna berperan sebagai
panutan yang mampu memimpin perangkat desa di pemerintahan desa sekaligus
menjadi tokoh penghubung dengan masyarakat setempat. Kepala desa selaku
pemimpin dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dituntut harus memiliki
wibawa, kemampuan, keahlian dan kecakapan dalam menggerakkan atau memotivasi
perangkat desa dan masyarakat untuk bersama-sama turut serta dalam mendukung
setiap upaya-upaya pembangunan yang dilaksanakan di desanya. Hal ini mengingat
bahwa kepala desa merupakan kunci utama untuk menggerakkan roda pemerintahan
desa. Selain itu, kepala desa juga dituntut harus mampu mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya
yaitu aparat perangkat desa, sebab jika aparat yang berada dibawahnya saja
tidak dapat mengikuti atau melaksanakan tugas sesuai dengan perintah kepala
desa, maka hal tersebut juga akan berpeluang menyebabkan anggota masyarakat
lainnya acuh tak acuh terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala
desa. Akibatnya, upaya-upaya pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat desa
menjadi terhambat.
Untuk
bisa mewujudkan hal diatas tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Banyak
halangan dan rintangan yang akan dihadapi oleh kepala desa. Akan tetapi, demi
terselenggaranya sebuah tata pemerintahan yang baik (Good Governance) di desa,
maka upaya-upaya mewujudkan hal tersebut menjadi mutlak untuk dilakukan.
Demikian
halnya dengan keberadaan kepala desa Sebadu, Kecamatan Mandor, Kabupaten
Landak. Ia dengan segenap kemampuannya telah berupaya sedemikian rupa sehingga
seluruh perangkat desa yang ada diharapkan dapat memiliki kinerja yang baik
sebagaimana tugas dan tanggungjawab yang diberikan. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh sang kepala desa seperti melakukan pembinaan terhadap para
bawahannya melalui rapat-rapat maupun melalui pertemuan-pertemuan yang
dilakukan secara informal. Dimana dalam forum tersebut kepala desa memberikan
instruksi serta penjelasan mengenai tugas dan tanggungjawab yang harus
dilakukan oleh segenap aparat pemerintahannya diberbagai tingkatan. Disamping
itu, ia juga berusaha untuk selalu
memberikan hak-hak para bawahan (aparat perangkat desa) berupa dana tunjangan
dari Pemerintah Kabupaten tepat pada waktunya tanpa potongan-potongan
sepeserpun. Namun demikian, upaya tersebut ternyata tidak serta merta bisa
membawa perubahan sikap dari para aparat perangkat desa kearah yang diharapkan.
Masalah-masalah seperti kurangnya motivasi kerja perangkat desa dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, rendahnya pemahaman terhadap tugas dan
tanggungjawab yang diemban, mangkir dari tugas-tugasnya serta masalah disiplin
kerja yang kurang dan lain-lainnya, masih saja merasuki sebagian besar aparat
perangkat desa Sebadu. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap upaya-upaya
pencapaian tujuan pembangunan di desa serta kualitas dan kuantitas pelayanan
kepada masyarakat sebagai akibat dari kurangnnya kinerja dan kurang berfungsinya sebagian
besar aparat perangkat desa.
Soal-soal
diatas tentu saja perlu mendapatkan perhatian serius dan solusi yang tepat.
Agar kemudian aparat perangkat desa Sebadu dapat bekerja sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya, sehingga tugas-tugas pemerintahan di desa untuk
melaksanakan kegiatan pembangunan dan fungsi pelayanan kepada masyarakat dapat
dilakukan secara optimal demi terwujudnya masyarakat desa Sebadu yang
berkeadilan dan berkemakmuran sebagaimana cita-cita nasinal bangsa Indonesia.
Dasar
pemikiran inilah yang kemudian mendorong penulis untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai topik ini dan untuk kemudian mencari pemecahannya agar
persoalan-persoalan diatas dapat diatasi.
2.
Pembatasan
Masalah
Jika kita memperhatikan latar
belakang permasalahan diatas, maka didalamnya kita menemukan beberapa
permasalahan yang terjadi antara lain kurangnya motivasi kerja aparat perangkat
desa dalam melaksanakan tugasnya, rendahnya pemahaman aparat perangkat terhadap
tugas dan tanggungjawabnya, sering mangkir dari tugas-tugasnya serta masalah
disiplin kerja yang kurang dan sebagainya.
Meningat berbagai
keterbatasan yang ada pada penulis, baik itu menyangkut waktu, tenaga dan dana,
maka pada kesempatan ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pada
: Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Memberikan Motivasi Kerja Aparat
Perangkat Desa Sebadu, kecamatan Mandor, Kabupaten Landak.
3.
Perumusan
Masalah
Agar penelitian ini tidak menyimpang
dari permasalahan yang dibahas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai
berikut : “Bagaimanakah Gaya
Kepemimpinan Kepala Desa dalam Memberikan Motivasi Kerja Aparat Perangkat Desa
Sebadu?”
B. Tinjauan
Literatur
Desa terdapat diseluruh dunia, hanya nama, bentuk dan
susunannya saja yang berbeda beda, sesuai dengan keadaan dan tempat dimana
desa-desa itu berada.
Desa yang kita kenal sekarang di Indonesia sudah dikenal sejak zaman
Hindu. Perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia telah berlangsung
berabad-abad lamanya, timbul dan lenyap dalam prosesnya masing-masing.
Kekuasaan politik yang meliputi sebagian atau seluruh wilayah Indonesia silih
berganti. Namun desa, sebagai kesatuan pemerintahan yang terendah, tetap
bertahan dan hidup terus.
Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagaimana yang
dikutip R. Soeparmo dalam bukunya tentang : Mengenal Desa Gerak dan
Pengelolaannya (1977:15), bahwa desa itu ialah “suatu daerah kesatuan hukum,
dimana bertempat tinggal suatu masyarakat, yang berkuasa mengadakan
pemerintahan sendiri”.
Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (1991 : 3): “Desa
adalah Kesatuan organisasi pemerintah yang terendah, mempunyai batas wilayah
tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan
rumah tangganya”.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah memberikan pengertian tentang desa sebagai suatu kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam
sistem Pemerintahan Nasional dan berada didaerah kabupaten.
Pemerintah desa adalah penyelenggara kegiatan pemerintahan
yang terendah langsung dibawah Camat, yang telah memiliki hak menyelenggarakan
rumah tangganya sendiri. (Bahan Latihan Prajabatan PNS 1990 : 145).
Pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem
penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Dengan demikian pemerintahan desa
merupakan ujung tombak dari keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan nasional, oleh karena itu
pemerintahan desa beserta segenap aspek-aspeknya menjadi layak untuk mendapat
perhatian serius dari berbagai pihak.
Pemerintah desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang
dibantu oleh sejumlah perangkat desa yang terdiri atas sekretaris desa,
kepala-kepala urusan dan kepala-kepala dusun.
Tugas dan kewajiban kepala desa sebagaimana yang diatur
dalam pasal 101 UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
1)
memimpin
penyelenggaraan pemerintah desa
2)
membina
kehidupan masyarakat desa
3)
membina
perekonomian desa
4)
memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
5)
mendamaikan
perselisihan masyarakat desa
6)
mewakili
desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Dari sini kita melihat bahwa tugas dan kewajiban yang
diemban oleh kepala desa merupakan pekerjaan yang berat. Namun demikian,
apabila ia mampu memberdayakan segenap perangkat desa yang ada, maka tugas itu
akan dapat diselesaikan dengan baik. Akan tetapi permasalahan sering muncul
manakala bawahan tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Disinilah letak
peranan kepemimpinan kepala desa diuji. Kemampuannya dalam menggerakkan seluruh
potensi perangkat desa yang ada menjadi salah satu faktor penting kesuksesannya
dalam memimpin roda organisasi pemerintahan desa.
Sebagai pemimpin, kepala desa memiliki peranan yang sangat
signifikan dalam proses pencapaian tujuan organisasi yang dipimpinnya, bahkan
sukses atau gagalnya suatu usaha pencapaian tujuan organisasi terletak
dipundaknya. Oleh sebab itu, ia harus mampu mengelola organisasinya, bisa
mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan mampu menunjukkan jalan serta
perilaku yang benar yang harus dikerjakan bersama-sama. Dan faktor yang sangat
menentukan untuk hal tersebut adalah kepemimpinan.
Menurut Kartini Kartono (2004 : 6), “Kepemimpinan adalah
masalah relasi dan pengaruh antara yang dipimpin dengan yang dipimpin”.
Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi
otomatis diantara pemimpin-pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada
relasi interpersonal).
Sementara Ralf M. Stogdill dalam Yayat Hayati Djatmiko
(2003 : 47), mendefinisikan, “Kepemimpinan manajerial sebagai proses
mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari
anggota kelompok”. Ada
tiga implikasi yang penting dari definisi ini, pertama kepemimpinan harus
melibatkan orang lain, bawahan, atau pengikut, kedua kepemimpinan melibatkan
distribusi yang tidak merata dari kekuasaan diantara pemimpin dan anggota
kelompok, ketiga selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut
mereka, pemimpin juga dapat mempunyai pengaruh.
Sedangkan menurut Sukanto Reksohadiprojo dalam Yayat Hayati
Djatmiko (2003 : 47), “Kepemimpinan ialah proses memanfaatkan kekuasaan untuk
mendapatkan pengaruh pribadi”.
Usaha mempengaruhi ini merupakan proses merubah sikap dan
prilaku seseorang sebagai hasil atau tuntutan (langsung atau tidak) seseorang
atau sekelompok orang lain sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.
Selanjutnya menurut Hadari Nawawi (1992 : 79),
“Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau
mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain”.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa kepemimpinan adalah kegiatan dari pemimpin dalam rangka
mempengaruhi aktivitas kerja para bawahan, melalui koordinasi dan motivasi,
sehingga tercapainya tujuan dan disini juga terlihat adanya interaksi antar
individu yang dapat mendorong rasa kebersamaan dan akan tumbuh ikatan emosional
untuk mewujudkan kerja sama antara atasan dengan bawahan atau antara pempinan
dengan yang dipimpin.
Adapun fungsi kepemimpinan menurut Kartini Kartono (2004 :
93), ialah “memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan
motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan
organisasi, memberikan supervise/pengawasan yang efisien, dan membawa para
pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan”.
Dalam tugas-tugas kepemimpinan tercakup pula pemberian
insentif sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat. Insentif materiil dapat
berupa uang, sekuritas fisik, jaminan social, jaminan kesehatan, premi, bonus,
kondisi kerja yang baik, pensiun, fasilitas tempat tinggal, yang menyenangkan,
dan lain-lain. Juga bisa diwujudkan dalam bentuk insentif social, berupa
promosi jabatan, status social tinggi, martabat diri, prestise social, respek
dan lain-lain. Insentif social disebut pula sebagai insentif materiil.
Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar kekuasaan
pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna
melakukan sesuatu, demi pencapaian suatu tujuan tertentu.
1)
Kepribadian,
pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin.
2)
Harapan
dan prilaku para atasan.
3)
Karakteristik,
harapan dan perilaku bawahan.
4)
Kebutuhan
tugas.
5)
Iklim
dan kebijaksanaan organisasi.
6)
Harapan
dan perilaku rekan.
Semementara menurut Ulbert Silalahi (2002 : 201-202), agar
kepemimpinan sukses (tercapai tujuan dan kepuasan anggota), perlu diambil
tindakan-tindakan antara lain :
1.
kenali
dan identifikasi motivasi anggota kelompok, sebab bawahan tidak akan
termotivasi untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi apabila mereka
merasa bahwa harapan itu tidak realistis dapat dicapai dan memenuhi
kebutuhannya.
2.
beri
bimbingan dan pengarahan secara tidak berlebihan, sebab bimbingan merupakan
hubungan manusia yang peka terhadap emosi dan sentimen.
3.
lakukan
interaksi hubungan yang intensif dan manusiawi dengan mengembangkan komunikasi
dua arah dan personal, sebab komunikasi yang baik bukan saja komunikan mengerti
akan makna pesan, tetapi juga secara emosional terdorong untuk melaksanakan
pesan tersebut dan memungkinkan terjadi penyesuaian timbal balik (mutual
adaptation) dalam tingkat strong emotion.
4.
ciptakan
suasana kooperatif, sebab usaha yang dilakukan melalui kerja sama yang akrab
akan lebih baik dibandingkan dengan usaha sendiri atau menonjolkan diri.
5.
ikut
sertakan anggota dalam pemecahan masalah dan dalam proses pembuatan keputusan,
sebab meskipun pimpinan yang bertanggungjawab atas pelaksanaan keputusan dan
hasilnya, tetapi keikutsertaan anggota dalam pembuatan keputusan bukan saja
keputusan diterima, juga bertanggung jawab melaksanakannya.
6.
kenali
dan identifikasi situasi tugas.
7.
kenali
dan identifikasi kematangan bawahan.
8.
pilih
dan gunakan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi.
9.
fungsionalkan
peran anda sebagai pemimpin, antara lain :
a.
peran
interpersonal.
b.
peran
informasional.
c.
peran
desisional.
Pendapat lainnya mengatakan, bahwa seorang pemimpin akan
lebih efektif lagi apa bila mampu menerapkan dua hal, yaitu :
1)
Pemilihan
gaya
kepemimpinan yang tepat dan kemampuan dalam menghadapi situasi tertentu.
2)
Kematangan
jiwa dan kematangan professional para bawahan dalam wujud rasa tanggungjawab
menyelesaikan tugas yang dipercaya kepadanya dengan sebaik mungkin. (S. P.
Siagian, 1991 : 25)
Mengenai gaya
kepemimpinan, berikut saya paparkan beberapa tipologi kepemimpinan seperti yang
ditulis oleh Yayat Hayati Djatmiko (2003 : 52 - 54), yaitu :
1.
Tipe
Otokratik
Dalam hal ini pengambilan keputusan
seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan kepada
bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannya itu
hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam
proses pengambilan keputusan. Dalam memelihara hubungan dengan para bawahannya,
manajer yang otokratik biasanya menggunakan pendekatan formal berdasarkan
kedudukan dan statusnya. Seorang pemimpin yang bergaya otokratik biasanya
berorientasi pada kekuasaan, bukan berorientasi relasional. Dapat disimpulkan
bahwa gaya
otokratik bukan yang didambakan oleh para bawahan dalam mengelola suatu
organisasi karena unsur manusia sering diabaikan.
2.
Tipe
Paternalistik
Seorang pimpinan yang paternalistik
dalam menjalankan organisasi menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai
berikut:
1)
Dalam
hal pengambilan keputusan kecenderungasnnya ialah menggunakan cara mengambil
keputusan sendiri, kemudian menjual kepada bawahannya tanpa melibatkan para
bawahan dalam pengambilan keputusan.
2)
Hubungan
dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak.
3)
Dalam
menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya, pada umumnya bertindak atas dasar
pemikiran kebutuhan fisik para bawahannya sudah terpenuhi. Apabila sudah
dipenuhi maka para bawahan akan mencurahkan perhatian pada pelaksanaan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Orientasi kepemimpinan dengan gaya paternalistik ditujukan pada dua hal,
yaitu penyelesaian tugas dan terpeliharanya hubungan baik dengan para
bawahannya sebagaimana seorang bapak akan selalu berusaha memelihara hubungan
yang serasi dengan anak-anaknya.
3.
Tipe
Kharismatik
Pemahaman yang lebih mendalam tentang
kepemimpinan yang bersifat kharismatik menunjukkan bahwa sepanjang persepsi
yang dimilikinya tentang keseimbangan antar pelaksanaan tugas dan pemeliharaan
hubungan dengan para bawahan seorang pemimpin kharismatik nampaknya memberikan
penekanan pada dua hal tersebut, artinya ia berusaha agar tugas-tugas
terselenggara dengan sebaik-baiknya dan sekaligus memberikan kesan bahwa
pemeliharaan hubungan dengan para bawahan didasarkan pada relasionar dan bukan
orientasi kekuasaan.
4.
Tipe
Laissez Paire
Persepsi pimpinan yang laissez paire
tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara orientasi pelaksanaan tugas
dan orienrtasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa aksentuasi diberikan
pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran yang
digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara
seorang pemimpin dengan para bawahannya, dengan sendirinya para bawahan itu
akan terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
secara bertanggung jawab. Masalahnya terletak pada persepsi pimpinan yang
didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu yang tidak sesuai dengan sifat dasar
manusia.
5.
Tipe
Demokratik
Pandangan yang dominan tentang tipe
kepemimpinan yang demokratik yang dipandang paling ideal. Meskipun tidak ada
jaminan bahwa organisasi akan berjalan mulus. Pada umumnya disadari bahwa ada
biaya yang harus dipikul oleh organisasi dengan adanya kepemimpinan yang
demokratik.
Dari pemimpin yang demokratik dalam
hal pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya mengikutsertakan para
bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan hubungan tipe
demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang serasi,
dalam arti terpeliharanya keseimbangan antara hubungan yang formal dan
informal. Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para
bawahannya sebagai rekan kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi
penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa salah satu
fungsi kepemimpinan ialah sebagai motivator bagi para bawahannya. Bahkan,
Menurut Carol A. O’Connor tugas utama pemimpin adalah “memotivasi orang lain”
(2003 : 17). Upaya memotivasi ini penting bagi pemimpin agar para bawahan
memiliki gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Soal kinerja,
Schermerhorn dalam Yayat Hayati Djadmiko (2003 : 68), merumuskan bahwa “
Performance = Ability x Support x Effort”. Hal ini berarti bahwa kinerja
ditentukan oleh kemampuan kerja personil (Individual ability) dengan dukungan
dan upaya organisasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif. Untuk
dapat menjalankan fungsi tersebut, seorang pemimpin harus dapat memahami apa
yang menjadi kebutuhan bawahannya. Sejalan dengan itu, masih menurut
Schermerhorn, untuk memaksimalkan pengaruh motivasional dari penggunaan
imbalan, seorang pemimpin harus (1) memahami dengan jelas apa yang diharapkan
orang-orang dari pekerjaannya, (2) menciptakan dan mendistribusikan imbalan
pada saat yang sama manakala harapan organisasi tercapai.
Berbicara mengenai kebutuhan manusia, A.H. Maslow seperti
yang dikutif oleh Isak Arep dan Hendri Tanjung (2004 : 25-26) mengatakan bahwa,
pada umumnya terdapat lima
hierarki kebutuhan manusia, yang dapat dilihat pada gambar 1.
![]() |
|||
|
Gambar
1. Maslow’s need hierarchy.
Kebutuhan fisiologik (Phsycological Needs), misalnya
makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan ini yang merupakan kebutuhan
pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena
dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari
kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan
pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang maupun
barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini.
Kebutuhan keamanan/perlindungan (Safety Needs). Tiap individu
mendambakan keamanan bagi dirinya, termasuk keluarganya. Setelah kebutuhan
pertama dan utama terpenuhi, timbul perasaan perlunya pemenuhan kebutuhan
keamanan/perlindungan. Contoh sederhana, jika orang telah memiliki rumah
tinggal maka untuk dapat dirasakan aman dari gangguan penjahat, dibangun pagar
disekeliling rumah itu, apakah sekadar dari bambu, kayu, tembok, bahkan mungkin
ditambah dengan memelihara anjing galak atau mencari satpam.
Kebutuhan akan kebersamaan (Social Needs). Setiap manusia
senantiasa merasa perlu pergaulan dengan sesama manusia lain. Selama hidup
manusia didunia ini tak mungkin lepas dari bantuan pihak lain. Walaupun sudah
terpenuhi kebutuhan pertama dan kedua, jika ia tidak dapat bergaul dengan pihak
lain, maka pasti ia merasakan sangat gelisah dalam hidupnya. Hal inilah salah
satu tujuan mengapa orang mencari pasangan hidup yang dicintai karena selain
alasan pemenuhan kebutuhan biologis, sang istri atau suami merupakan kawan
hidup yang paling dekat untuk dapat mengutarakan segala isi hati, baik senang
maupun ketika susah. Hal ini sangat berbeda dengan hewan yang kawin hanya
semata-mata memenuhi kebutuhan biologisnya dan agar tidak punah dari muka bumi
ini.
Kebutuhan penghormatan dan penghargaan (Kebutuhan harga
diri). Sejelek-jeleknya kelakuan manusia, tetap mendambakan penghormatan dan
penghargaan. Itulah sebabnya orang berusaha melakukan pekerjaan/kegiatan yang
memungkinkan ia mendapat penghormatan dan penghargaan masyarakat. Misalnya
hebat dibidang tinju, main bola, tari-tarian dan sebagainya.
Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada
diri sendiri. Inilah kebutuhan puncak yang paling tinggi, sehingga seseorang
ingin mempertahankan prestasinya secara optimal. Jadi, hal pertama yang harus
dipenuhi dulu adalah kebutuhan fisik. Jika kebutuhan fisik telah terpenuhi,
maka kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan keamanan. Demikianlah seterusnya
sampai pada kebutuhan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, yang
senantiasa didambakan oleh setiap individu, maka seorang pemimpin sangat perlu
mempelajari secara seksama tingkat-tingkat kebutuhan bagi tiap individu
bawahannya. Dengan berpegang pada teori Maslow ini, maka dalam melakukan
motivasi kepada bawahannya, pemimpin perlu senantiasa bertindak secara adil.
Istilah adil disini tidak berarti seluruh bawahan diperlakukan sama, melainkan
harus diteliti secara seksama jenis dan tingkat kebutuhannya. Misalnya, jika
seorang bawahan telah memiliki kendaraan bermotor, pasti yang bersangkutan
tidak akan termotivasi dengan sepeda.
Lebih jauh tentang motivasi ini, Kartini Kartono (2004 :
106-107) berpendapat bahwa Motif atau motivasi (latin, motives) ialah :
(1)
gambaran
penyebab yang akan menimbulkan tingkah laku, menuju pada suatu sasaran
tertentu;
(2)
landasan
dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat;
(3)
ide
pokok yang sementara berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia, biasanya
merupakan suatu peristiwa masa lampau, ingatan, gambaran fantasi, dan
perasaan-perasaan tertentu.
Motivasi orang bekerja pada umumnya bermacam-macam. Ada orang yang termotivasi
mengerjakan sesuatu karena uangnya banyak, meskipun pekerjaan itu secara hukum
tidak benar. Ada
juga yang termotivasi karena rasa aman atau keselamatan meskipun bekerja dengan
jarak yang jauh. Bahkan ada orang yang termotivasi bekerja hanya karena
pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya sangat
kecil.
Menurut Gerald Graham (Isak Arep dan Hendri Tanjung 2004 :
39-40), ada 20 cara memotifasi pegawai, yaitu :
§
Berikan
informasi yang jelas kepada pegawai tentang kebutuhan yang mereka perlukan
untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.
§
Berikan
secara reguler umpan balik terhadap apa yang mereka kerjakan.
§
Tanyakan
kepada pegawai mengenai tanggapan mereka terhadap pekerjaan mereka.
§
Ciptakan
jalur komunikasi yang mudah dipakai sehingga pegawai dapat mengajukan
pertanyaan dan mendapatkan jawaban secara cepat.
§
Belajarlah
dari pegawai tentang apa yang dapat memotivasi mereka.
§
Pelajari
kegiatan pegawai dalam tugasnya selama waktu senggang.
§
Berikan
ucapan selamat secara pribadi kepada mereka yang melaksanakan pekerjaan dengan
baik.
§
Pelihara
kontak yang sering dengan orang yang mereka bawahi.
§
Tulis
memo pribadi kepada mereka mengenai prestasi mereka.
§
Ungkapkan
secara terbuka kepada umum tentang hasil kerja mereka yang baik.
§
Upayakan
membangun moral kelompok untuk merayakan keberhasilan kelompok.
§
Berikan
mereka pekerjaan yang baik untuk diselesaikan.
§
Pastikan
bahwa pegawai memiliki alat-alat untuk mengerjakan pekerjaan mereka.
§
Akui
dan kenali adanya kebutuhan pribadi karyawan.
§
Gunakan
prestasi sebagai dasar promosi.
§
Ciptakan
kebijakan promosi yang lengkap.
§
Tekankan
komitmen perusahaan terhadap metode bekerja jangka panjang.
§
Tumbuhkan
perasaan kelompok atau bermasyarakat.
§
Bayar
kompensasi karyawan secara bersaing.
§
Janjikan
pegawai pembagian laba.
Adapun menurut Kartini Kartono (2004 : 108), motivasi yang
diberikan oleh pemimpin itu pada umumnya bermaksud untuk :
1.
Meningkatkan
asosiasi dan integrasi kelompok serta menjamin keterpaduan.
2.
Menjamin
efektifitas dan efisiensi kerja semua kelompok.
3.
Meningkatkan
semua partisipasi aktif dan tanggung jawab social semua anggota.
4.
meningkatkan
produktivitas semua sector dan anggota kelompok.
5.
menjamin
terlaksananya realisasi diri dan pengembangan diri pada setiap anggota kelompok
dan memberikan kesempatan untuk melakukan ekspresi bebas.
Dengan demikian pemimpin itu harus mampu memberikan
motivasi yang baik kepada bawahannya. “Berilah kepada anggota-anggota kelompok
atau bawahan satu motivasi atau satu kompleks motif-motif tertentu, maka pasti
mereka bersedia melakukan perbuatan-perbuatan besar, atau perbuatan
kepahlawanan lainnya”, demikian Kartini Kartono menambahkan.
C. Aspek
- aspek Penelitian
1.
Gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh Kepala Desa dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat
perangkat desa..
2.
Faktor-faktor
pendukung Kepala Desa dalam memberikan motivasi.
3.
Faktor-faktor
penghambat Kepala Desa dalam memberikan motivasi.
D. Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
a.
Untuk
menggambarkan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala
desa dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat perangkat desa Sebadu.
b.
Untuk
mengetahui faktor-faktor pendukung kepala desa Sebadu dalam memberikan
motivasi.
c.
Untuk
mengetahui faktor-faktor penghambat kepala desa Sebadu dalam memberikan
motivasi.
2.
Kegunaan
Penelitian
Adapun
kegunaan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah :
a.
Dapat
memberikan sumbangan dan masukan pemikiran mengenai pelaksanaan kepemimpinan
kepala desa Sebadu khususnya dalam memberikan
motivasi kepada aparat perangkat desanya agar memiliki kinerja yang baik
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Dapat
menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
kepala desa Sebadu dalam menyelenggarakan pemerintahannya.
c.
Dapat
menambah berbendaharaan perpustakaan.
E. Metode
Penelitian
1.
Jenis
dan Langkah Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif yang
dimaksudkan untuk menggambarkan gaya
kepemimpinan Kepala Desa Sebadu dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat
perangkat desanya berdasarkan data dan fakta yang ditemukan dilapangan.
Sedangkan untuk memperoleh, mengelola, dan mendeskripsikan data-data
dilapangan, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Penelitian
Kepustakaan (Library Research), langkah ini dilakukan untuk mencari teori dan
pemahaman konsep yang memiliki keterkaitan erat dengan permasalahan yang
diteliti. Penelurusuran kepustakaan melalui perpustakaan, taman bacaan dan
refferensi buku pribadi.
2.
Penelitian
Lapangan (Field Research), yaitu dengan melakukan peninjauan dan pengamatan
secara langsung (Observasi) terhadap seluruh aspek-aspek permasalahan yang akan
diteliti.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
a
Observasi;
dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung, cermat dan seksama
terhadap bagaimana peranan yang dimainkan oleh kepala desa khususnya dalam hal
ini mengenai gaya
kepemimpinan kepala desa selaku pemimpin dalam kaitannya dengan upaya – upaya
strategis yang dilakukannya dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat
perangkat desa Sebadu yang notabene adalah bawahannya. Disamping itu, observasi
juga dilakukan terhadap kinerja aparat perangkat desa Sebadu, untuk mengetahui
sejauhmana respon mereka terhadap upaya-upaya motivasi yang telah dilakukan
oleh kepala desa, serta hal-hal lainnya yang masih berhubungan dengan topik
permasalahan yang diteliti.
b
Wawancara
mendalam (Indepth Interview); dimana peneliti menempuh langkah tanya jawab
secara mendalam kepada responden dan informan kunci penelitian guna memperoleh
data yang diperlukan dalam proses penggambaran gaya kepemimpinan kepala desa Sebadu dan
berbagai hal yang masih memiliki keterkaitan dengan permasalahan penelitian
ini. Wawancara ini ditempuh untuk mendapatkan
banyak keterangan dilapangan sehingga mampu membahas secara jelas obyek
penelitian sekaligus memperoleh informasi yang cukup.
3.
Alat
Pengumpulan Data
Adapun
alat pengumpulan data yang diharapkan mampu memperoleh data sesuai dengan
keadaan dilapangan adalah sebagai berikut :
a
Pedoman
Observasi; yaitu peneliti hanya menggunakan ketajaman inderawi dalam mengamati
keadaan dan aktivitas yang dilakukan oleh Kepala Desa dan aparat perangkat
desa, selanjutnya hasil pemantauan dilapangan dicatat dalam lembaran kertas
untuk dipergunakan sebagai data dan keterangan pelengkap penggambaran obyek
penelitian.
b
Pedoman
wawancara; yaitu pertanyaan terstruktur dari beberapa informasi yang ingin
diperoleh melalui responden dan informan kunci penelitian. Daftar pertanyaan
disusun berdasarkan kebutuhan, memperhatikan keterkaitannya dengan fokus
permasalahan yang diteliti dan lebih jauh merupakan bentuk interogasi terbuka
untuk mengeksplorasi data dilapangan sesuai apa adanya tanpa sedikitpun
mengisolasi jawaban mereka dengan keinginan peneliti.
4.
Informan
dan Subyek Sasaran Penelitian
Adapun
yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) orang yang
terdiri atas :
1.
Camat
kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
2.
Sekretaris
kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
3.
Kepala
Desa Sebadu kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
Sedangkan
yang dijadikan sebagai subyek sasaran penelitian (responden) adalah 7 (tujuh) orang
yang terdiri atas :
1.
1
(satu) orang dari unsur pelaksana yakni sekretaris desa.
2.
3
(tiga) orang dari unsur staff desa yaitu:
a.
Kaur
Pemerintahan
b.
Kaur
Pembangunan
c.
Kaur
Umum.
3.
3
(tiga) orang Kepala Dusun yaitu :
a.
Kepala
Dusun Sebadu
b.
Kepala
Dusun Limpahung
c.
Kepala
Dusun Agak-Ilir.
5.
Lokasi
Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah kantor Kepala
Desa Sebadu Kecamatan Mandor Kabupaten Landak dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:
a.
Penulis
ingin memberikan sumbangan pemikiran serta solusi terhadap permasalahan yang
dialami oleh kepala desa Sebadu.
b.
Di
samping desa Sebadu lebih dekat jaraknya dengan tempat tinggal penulis,
transfortasinya juga lancar sehingga memudahkan penulis dalam hal pengambilan
data.
c.
Karena
jaraknya dekat dan transfortasinya lancar, sehingga penulis dapat melakukan
penghematan tenaga, waktu dan biaya.
6.
Metode
Pengolahan Data
Metode
pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,
yaitu setelah semua data yang diperlukan terkumpul melalui wawancara terhadap
responden dan informan kunci ditambah lagi melalui pengamatan dilapangan,
kemudian dilakukan pengelompokkan / pengklasifikasian sesuai kategori /
jenisnya, selanjutnya diolah dan dianalisa dengan keterangan-keterangan yang
ada dalam analisa data, sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Arep, Ishak. Tanjung,
Hendri, 2004, Manajemen Motivasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia , Jakarta .
Bahan Materi Latihan
Prajabatan Pegawai Negeri Sipil, 1990.
Djadmiko,
Yayat Hayati, 2003, Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung .
Kartini
Kartono, 2004, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta .
Moleong, Lexi
J, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung .
Nawawi,
Hadari, 1992, Administrasi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta .
-------------------, 1985, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta .
Ndraha,
Taliziduhu, 1991, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Bumi Aksara, Jakarta .
O’Connor,
Carol A., 2003, Kepemimpinan Yang Sukses Dalam Sepekan, Kesaint Blanc,
Bekasi.
Siagian,
Sondang, P., 1991, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, CV Haji
Masagung, Jakarta .
Soeparmo,
R, 1977, Mengenal Desa: Gerak dan
Pengelolaannya, PT Intermasa, Jakarta .
Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Widjaja,
H.AW, 2002, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta .