Sabtu, 01 September 2018

PROPOSAL PENELITIAN


PROPOSAL PENELITIAN


Judul :
“PERANAN KEPEMIMPINAN KEPALA DESA SEBADU DALAM
MEMBERIKAN MOTIVASI KERJA APARAT PERANGKAT DESA”
(Suatu Studi di Desa Sebadu, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak)
                       

A.    Masalah Penelitian
1.      Latar Belakang Masalah
Pada era pelaksanaan otonomi daerah sekarang ini, desa memiliki peranan yang sangat strategis dalam bidang pembangunan. Pembangunan desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan daerah dan nasional, oleh karena itu tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Perkembangan dan kemajuan yang dialami oleh desa akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi pembangunan yang dikehendaki oleh daerah maupun bangsa Indonesia. Bukan itu saja, ketidakberhasilan pembangunan di desa juga turut menjadi penghambat percepatan pembangunan  yang merata sebagaimana keinginan kita bersama yang tertuang dalam tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Salah satu ujung tombak pembangunan didesa terletak ditangan pemerintah desa. Pemerintah desa dipimpin oleh kepala desa. Dalam menjalankan tugasnya kepala desa dibantu oleh perangkat-perangkat desa lainnya baik dari unsur staf, unsur pelaksana dan unsur wilayah. Secara hirarkhi kepala desa merupakan atasan langsung dari perangkat-perangkat desa tersebut. Dengan demikian, sejauhmana perangkat desa yang ada ini dapat memiliki kinerja yang optimal akan sangat tergantung pada bagaimana peranan kekepimpinan yang dimainkan oleh kepala desa dalam menggerakkan seluruh aparat perangkat desa yang ada. Mengingat begitu strategisnya fungsi dari perangkat desa ini, maka menjadi hal yang amat sangat penting bagi seorang kepala desa untuk mengupayakan bagaimana agar seluruh perangkat desa berfungsi sebagaimana mestinya.
Lebih jauh, kepala desa memiliki peranan yang cukup penting guna berperan sebagai panutan yang mampu memimpin perangkat desa di pemerintahan desa sekaligus menjadi tokoh penghubung dengan masyarakat setempat. Kepala desa selaku pemimpin dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dituntut harus memiliki wibawa, kemampuan, keahlian dan kecakapan dalam menggerakkan atau memotivasi perangkat desa dan masyarakat untuk bersama-sama turut serta dalam mendukung setiap upaya-upaya pembangunan yang dilaksanakan di desanya. Hal ini mengingat bahwa kepala desa merupakan kunci utama untuk menggerakkan roda pemerintahan desa. Selain itu, kepala desa juga dituntut harus mampu  mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya yaitu aparat perangkat desa, sebab jika aparat yang berada dibawahnya saja tidak dapat mengikuti atau melaksanakan tugas sesuai dengan perintah kepala desa, maka hal tersebut juga akan berpeluang menyebabkan anggota masyarakat lainnya acuh tak acuh terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh kepala desa. Akibatnya, upaya-upaya pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat desa menjadi terhambat.
Untuk bisa mewujudkan hal diatas tentu saja bukan pekerjaan yang mudah. Banyak halangan dan rintangan yang akan dihadapi oleh kepala desa. Akan tetapi, demi terselenggaranya sebuah tata pemerintahan yang baik (Good Governance) di desa, maka upaya-upaya mewujudkan hal tersebut menjadi mutlak untuk dilakukan.
Demikian halnya dengan keberadaan kepala desa Sebadu, Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak. Ia dengan segenap kemampuannya telah berupaya sedemikian rupa sehingga seluruh perangkat desa yang ada diharapkan dapat memiliki kinerja yang baik sebagaimana tugas dan tanggungjawab yang diberikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh sang kepala desa seperti melakukan pembinaan terhadap para bawahannya melalui rapat-rapat maupun melalui pertemuan-pertemuan yang dilakukan secara informal. Dimana dalam forum tersebut kepala desa memberikan instruksi serta penjelasan mengenai tugas dan tanggungjawab yang harus dilakukan oleh segenap aparat pemerintahannya diberbagai tingkatan. Disamping itu,  ia juga berusaha untuk selalu memberikan hak-hak para bawahan (aparat perangkat desa) berupa dana tunjangan dari Pemerintah Kabupaten tepat pada waktunya tanpa potongan-potongan sepeserpun. Namun demikian, upaya tersebut ternyata tidak serta merta bisa membawa perubahan sikap dari para aparat perangkat desa kearah yang diharapkan. Masalah-masalah seperti kurangnya motivasi kerja perangkat desa dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, rendahnya pemahaman terhadap tugas dan tanggungjawab yang diemban, mangkir dari tugas-tugasnya serta masalah disiplin kerja yang kurang dan lain-lainnya, masih saja merasuki sebagian besar aparat perangkat desa Sebadu. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap upaya-upaya pencapaian tujuan pembangunan di desa serta kualitas dan kuantitas pelayanan kepada masyarakat sebagai akibat dari kurangnnya  kinerja dan kurang berfungsinya sebagian besar aparat perangkat desa. 
Soal-soal diatas tentu saja perlu mendapatkan perhatian serius dan solusi yang tepat. Agar kemudian aparat perangkat desa Sebadu dapat bekerja sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya, sehingga tugas-tugas pemerintahan di desa untuk melaksanakan kegiatan pembangunan dan fungsi pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal demi terwujudnya masyarakat desa Sebadu yang berkeadilan dan berkemakmuran sebagaimana cita-cita nasinal bangsa Indonesia.
Dasar pemikiran inilah yang kemudian mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini dan untuk kemudian mencari pemecahannya agar persoalan-persoalan diatas dapat diatasi.
2.      Pembatasan Masalah
            Jika kita memperhatikan latar belakang permasalahan diatas, maka didalamnya kita menemukan beberapa permasalahan yang terjadi antara lain kurangnya motivasi kerja aparat perangkat desa dalam melaksanakan tugasnya, rendahnya pemahaman aparat perangkat terhadap tugas dan tanggungjawabnya, sering mangkir dari tugas-tugasnya serta masalah disiplin kerja yang kurang dan sebagainya.
   Meningat berbagai keterbatasan yang ada pada penulis, baik itu menyangkut waktu, tenaga dan dana, maka pada kesempatan ini penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti pada : Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Memberikan Motivasi Kerja Aparat Perangkat Desa Sebadu, kecamatan Mandor, Kabupaten Landak.
3.      Perumusan Masalah
            Agar penelitian ini tidak menyimpang dari permasalahan yang dibahas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : “Bagaimanakah Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Memberikan Motivasi Kerja Aparat Perangkat Desa Sebadu?”

B.     Tinjauan Literatur
Desa terdapat diseluruh dunia, hanya nama, bentuk dan susunannya saja yang berbeda beda, sesuai dengan keadaan dan tempat dimana desa-desa itu berada.
Desa yang kita kenal sekarang di Indonesia sudah dikenal sejak zaman Hindu. Perkembangan sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia telah berlangsung berabad-abad lamanya, timbul dan lenyap dalam prosesnya masing-masing. Kekuasaan politik yang meliputi sebagian atau seluruh wilayah Indonesia silih berganti. Namun desa, sebagai kesatuan pemerintahan yang terendah, tetap bertahan dan hidup terus.
Menurut Soetardjo Kartohadikoesoemo sebagaimana yang dikutip R. Soeparmo dalam bukunya tentang : Mengenal Desa Gerak dan Pengelolaannya (1977:15), bahwa desa itu ialah “suatu daerah kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat, yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri”.
Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (1991 : 3): “Desa adalah Kesatuan organisasi pemerintah yang terendah, mempunyai batas wilayah tertentu, langsung dibawah kecamatan, dan merupakan kesatuan  masyarakat hukum yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya”.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memberikan pengertian tentang desa sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada didaerah kabupaten.
Pemerintah desa adalah penyelenggara kegiatan pemerintahan yang terendah langsung dibawah Camat, yang telah memiliki hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. (Bahan Latihan Prajabatan PNS 1990 : 145).
Pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan secara nasional. Dengan demikian pemerintahan desa merupakan ujung tombak dari keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan  nasional, oleh karena itu pemerintahan desa beserta segenap aspek-aspeknya menjadi layak untuk mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.
Pemerintah desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang dibantu oleh sejumlah perangkat desa yang terdiri atas sekretaris desa, kepala-kepala urusan dan kepala-kepala dusun.
Tugas dan kewajiban kepala desa sebagaimana yang diatur dalam pasal 101 UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
1)      memimpin penyelenggaraan pemerintah desa
2)      membina kehidupan masyarakat desa
3)      membina perekonomian desa
4)      memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
5)      mendamaikan perselisihan masyarakat desa
6)      mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya.
Dari sini kita melihat bahwa tugas dan kewajiban yang diemban oleh kepala desa merupakan pekerjaan yang berat. Namun demikian, apabila ia mampu memberdayakan segenap perangkat desa yang ada, maka tugas itu akan dapat diselesaikan dengan baik. Akan tetapi permasalahan sering muncul manakala bawahan tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Disinilah letak peranan kepemimpinan kepala desa diuji. Kemampuannya dalam menggerakkan seluruh potensi perangkat desa yang ada menjadi salah satu faktor penting kesuksesannya dalam memimpin roda organisasi pemerintahan desa.
Sebagai pemimpin, kepala desa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam proses pencapaian tujuan organisasi yang dipimpinnya, bahkan sukses atau gagalnya suatu usaha pencapaian tujuan organisasi terletak dipundaknya. Oleh sebab itu, ia harus mampu mengelola organisasinya, bisa mempengaruhi secara konstruktif orang lain, dan mampu menunjukkan jalan serta perilaku yang benar yang harus dikerjakan bersama-sama. Dan faktor yang sangat menentukan untuk hal tersebut adalah kepemimpinan.
Menurut Kartini Kartono (2004 : 6), “Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara yang dipimpin dengan yang dipimpin”. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin-pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal).
Sementara Ralf M. Stogdill dalam Yayat Hayati Djatmiko (2003 : 47), mendefinisikan, “Kepemimpinan manajerial sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok”. Ada tiga implikasi yang penting dari definisi ini, pertama kepemimpinan harus melibatkan orang lain, bawahan, atau pengikut, kedua kepemimpinan melibatkan distribusi yang tidak merata dari kekuasaan diantara pemimpin dan anggota kelompok, ketiga selain secara sah dapat mengarahkan bawahan atau pengikut mereka, pemimpin juga dapat mempunyai pengaruh.
Sedangkan menurut Sukanto Reksohadiprojo dalam Yayat Hayati Djatmiko (2003 : 47), “Kepemimpinan ialah proses memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan pengaruh pribadi”.
Usaha mempengaruhi ini merupakan proses merubah sikap dan prilaku seseorang sebagai hasil atau tuntutan (langsung atau tidak) seseorang atau sekelompok orang lain sehingga produktivitas dapat ditingkatkan.
Selanjutnya menurut Hadari Nawawi (1992 : 79), “Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan dan tingkah laku orang lain”.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa kepemimpinan adalah kegiatan dari pemimpin dalam rangka mempengaruhi aktivitas kerja para bawahan, melalui koordinasi dan motivasi, sehingga tercapainya tujuan dan disini juga terlihat adanya interaksi antar individu yang dapat mendorong rasa kebersamaan dan akan tumbuh ikatan emosional untuk mewujudkan kerja sama antara atasan dengan bawahan atau antara pempinan dengan yang dipimpin.
Adapun fungsi kepemimpinan menurut Kartini Kartono (2004 : 93), ialah “memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan organisasi, memberikan supervise/pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan”.
Dalam tugas-tugas kepemimpinan tercakup pula pemberian insentif sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat. Insentif materiil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan social, jaminan kesehatan, premi, bonus, kondisi kerja yang baik, pensiun, fasilitas tempat tinggal, yang menyenangkan, dan lain-lain. Juga bisa diwujudkan dalam bentuk insentif social, berupa promosi jabatan, status social tinggi, martabat diri, prestise social, respek dan lain-lain. Insentif social disebut pula sebagai insentif materiil.
Kepemimpinan ini bisa berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian suatu tujuan tertentu.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, faktor-faktor tersebut menurut James AF Stoner dalam Yayat Hayati Djatmiko (2003 : 54 - 55), adalah sebagai berikut:
1)      Kepribadian, pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin.
2)      Harapan dan prilaku para atasan.
3)      Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan.
4)      Kebutuhan tugas.
5)      Iklim dan kebijaksanaan organisasi.
6)      Harapan dan perilaku rekan.
Semementara menurut Ulbert Silalahi (2002 : 201-202), agar kepemimpinan sukses (tercapai tujuan dan kepuasan anggota), perlu diambil tindakan-tindakan antara lain :
1.      kenali dan identifikasi motivasi anggota kelompok, sebab bawahan tidak akan termotivasi untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi apabila mereka merasa bahwa harapan itu tidak realistis dapat dicapai dan memenuhi kebutuhannya.
2.      beri bimbingan dan pengarahan secara tidak berlebihan, sebab bimbingan merupakan hubungan manusia yang peka terhadap emosi dan sentimen.
3.      lakukan interaksi hubungan yang intensif dan manusiawi dengan mengembangkan komunikasi dua arah dan personal, sebab komunikasi yang baik bukan saja komunikan mengerti akan makna pesan, tetapi juga secara emosional terdorong untuk melaksanakan pesan tersebut dan memungkinkan terjadi penyesuaian timbal balik (mutual adaptation) dalam tingkat strong emotion.
4.      ciptakan suasana kooperatif, sebab usaha yang dilakukan melalui kerja sama yang akrab akan lebih baik dibandingkan dengan usaha sendiri atau menonjolkan diri.
5.      ikut sertakan anggota dalam pemecahan masalah dan dalam proses pembuatan keputusan, sebab meskipun pimpinan yang bertanggungjawab atas pelaksanaan keputusan dan hasilnya, tetapi keikutsertaan anggota dalam pembuatan keputusan bukan saja keputusan diterima, juga bertanggung jawab melaksanakannya.
6.      kenali dan identifikasi situasi tugas.
7.      kenali dan identifikasi kematangan bawahan.
8.      pilih dan gunakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi.
9.      fungsionalkan peran anda sebagai pemimpin, antara lain :
a.                               peran interpersonal.
b.                              peran informasional.
c.                               peran desisional.
Pendapat lainnya mengatakan, bahwa seorang pemimpin akan lebih efektif lagi apa bila mampu menerapkan dua hal, yaitu :
1)      Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat dan kemampuan dalam menghadapi situasi tertentu.
2)      Kematangan jiwa dan kematangan professional para bawahan dalam wujud rasa tanggungjawab menyelesaikan tugas yang dipercaya kepadanya dengan sebaik mungkin. (S. P. Siagian, 1991 : 25)
Mengenai gaya kepemimpinan, berikut saya paparkan beberapa tipologi kepemimpinan seperti yang ditulis oleh Yayat Hayati Djatmiko (2003 : 52 - 54), yaitu :
1.      Tipe Otokratik
            Dalam hal ini pengambilan keputusan seorang manajer yang otokratik akan bertindak sendiri dan memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan. Dalam memelihara hubungan dengan para bawahannya, manajer yang otokratik biasanya menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan statusnya. Seorang pemimpin yang bergaya otokratik biasanya berorientasi pada kekuasaan, bukan berorientasi relasional. Dapat disimpulkan bahwa gaya otokratik bukan yang didambakan oleh para bawahan dalam mengelola suatu organisasi karena unsur manusia sering diabaikan.
2.      Tipe Paternalistik
            Seorang pimpinan yang paternalistik dalam menjalankan organisasi menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut:
1)       Dalam hal pengambilan keputusan kecenderungasnnya ialah menggunakan cara mengambil keputusan sendiri, kemudian menjual kepada bawahannya tanpa melibatkan para bawahan dalam pengambilan keputusan.
2)       Hubungan dengan bawahan lebih banyak bersifat bapak dan anak.
3)       Dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya, pada umumnya bertindak atas dasar pemikiran kebutuhan fisik para bawahannya sudah terpenuhi. Apabila sudah dipenuhi maka para bawahan akan mencurahkan perhatian pada pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Orientasi kepemimpinan dengan gaya paternalistik ditujukan pada dua hal, yaitu penyelesaian tugas dan terpeliharanya hubungan baik dengan para bawahannya sebagaimana seorang bapak akan selalu berusaha memelihara hubungan yang serasi dengan anak-anaknya.

3.      Tipe Kharismatik
            Pemahaman yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang bersifat kharismatik menunjukkan bahwa sepanjang persepsi yang dimilikinya tentang keseimbangan antar pelaksanaan tugas dan pemeliharaan hubungan dengan para bawahan seorang pemimpin kharismatik nampaknya memberikan penekanan pada dua hal tersebut, artinya ia berusaha agar tugas-tugas terselenggara dengan sebaik-baiknya dan sekaligus memberikan kesan bahwa pemeliharaan hubungan dengan para bawahan didasarkan pada relasionar dan bukan orientasi kekuasaan.
4.      Tipe Laissez Paire
            Persepsi pimpinan yang laissez paire tentang pentingnya pemeliharaan keseimbangan antara orientasi pelaksanaan tugas dan orienrtasi pemeliharaan hubungan sering terlihat bahwa aksentuasi diberikan pada hubungan ketimbang pada penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran yang digunakan ialah bahwa jika dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang pemimpin dengan para bawahannya, dengan sendirinya para bawahan itu akan terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara bertanggung jawab. Masalahnya terletak pada persepsi pimpinan yang didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu yang tidak sesuai dengan sifat dasar manusia.


5.      Tipe Demokratik
            Pandangan yang dominan tentang tipe kepemimpinan yang demokratik yang dipandang paling ideal. Meskipun tidak ada jaminan bahwa organisasi akan berjalan mulus. Pada umumnya disadari bahwa ada biaya yang harus dipikul oleh organisasi dengan adanya kepemimpinan yang demokratik.
            Dari pemimpin yang demokratik dalam hal pengambilan keputusan tercermin pada tindakannya mengikutsertakan para bawahan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Pemeliharaan hubungan tipe demokratik biasanya memberikan penekanan kuat pada adanya hubungan yang serasi, dalam arti terpeliharanya keseimbangan antara hubungan yang formal dan informal. Seorang pemimpin yang demokratik cenderung memperlakukan para bawahannya sebagai rekan kerja, juga menjaga keseimbangan antara orientasi penyelesaian tugas dan orientasi hubungan yang bersifat relasional.
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa salah satu fungsi kepemimpinan ialah sebagai motivator bagi para bawahannya. Bahkan, Menurut Carol A. O’Connor tugas utama pemimpin adalah “memotivasi orang lain” (2003 : 17). Upaya memotivasi ini penting bagi pemimpin agar para bawahan memiliki gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Soal kinerja, Schermerhorn dalam Yayat Hayati Djadmiko (2003 : 68), merumuskan bahwa “ Performance = Ability x Support x Effort”. Hal ini berarti bahwa kinerja ditentukan oleh kemampuan kerja personil (Individual ability) dengan dukungan dan upaya organisasi dalam menciptakan lingkungan kerja yang positif. Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut, seorang pemimpin harus dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan bawahannya. Sejalan dengan itu, masih menurut Schermerhorn, untuk memaksimalkan pengaruh motivasional dari penggunaan imbalan, seorang pemimpin harus (1) memahami dengan jelas apa yang diharapkan orang-orang dari pekerjaannya, (2) menciptakan dan mendistribusikan imbalan pada saat yang sama manakala harapan organisasi tercapai.
Berbicara mengenai kebutuhan manusia, A.H. Maslow seperti yang dikutif oleh Isak Arep dan Hendri Tanjung (2004 : 25-26) mengatakan bahwa, pada umumnya terdapat lima hierarki kebutuhan manusia, yang dapat dilihat pada gambar 1.

Kebutuhan fisik
 
 













Gambar 1. Maslow’s need hierarchy.

Kebutuhan fisiologik (Phsycological Needs), misalnya makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan ini yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama-tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang maupun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini.
Kebutuhan keamanan/perlindungan (Safety Needs). Tiap individu mendambakan keamanan bagi dirinya, termasuk keluarganya. Setelah kebutuhan pertama dan utama terpenuhi, timbul perasaan perlunya pemenuhan kebutuhan keamanan/perlindungan. Contoh sederhana, jika orang telah memiliki rumah tinggal maka untuk dapat dirasakan aman dari gangguan penjahat, dibangun pagar disekeliling rumah itu, apakah sekadar dari bambu, kayu, tembok, bahkan mungkin ditambah dengan memelihara anjing galak atau mencari satpam.
Kebutuhan akan kebersamaan (Social Needs). Setiap manusia senantiasa merasa perlu pergaulan dengan sesama manusia lain. Selama hidup manusia didunia ini tak mungkin lepas dari bantuan pihak lain. Walaupun sudah terpenuhi kebutuhan pertama dan kedua, jika ia tidak dapat bergaul dengan pihak lain, maka pasti ia merasakan sangat gelisah dalam hidupnya. Hal inilah salah satu tujuan mengapa orang mencari pasangan hidup yang dicintai karena selain alasan pemenuhan kebutuhan biologis, sang istri atau suami merupakan kawan hidup yang paling dekat untuk dapat mengutarakan segala isi hati, baik senang maupun ketika susah. Hal ini sangat berbeda dengan hewan yang kawin hanya semata-mata memenuhi kebutuhan biologisnya dan agar tidak punah dari muka bumi ini.
Kebutuhan penghormatan dan penghargaan (Kebutuhan harga diri). Sejelek-jeleknya kelakuan manusia, tetap mendambakan penghormatan dan penghargaan. Itulah sebabnya orang berusaha melakukan pekerjaan/kegiatan yang memungkinkan ia mendapat penghormatan dan penghargaan masyarakat. Misalnya hebat dibidang tinju, main bola, tari-tarian dan sebagainya.
Kebutuhan aktualisasi diri, yakni senantiasa percaya kepada diri sendiri. Inilah kebutuhan puncak yang paling tinggi, sehingga seseorang ingin mempertahankan prestasinya secara optimal. Jadi, hal pertama yang harus dipenuhi dulu adalah kebutuhan fisik. Jika kebutuhan fisik telah terpenuhi, maka kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan keamanan. Demikianlah seterusnya sampai pada kebutuhan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut diatas, yang senantiasa didambakan oleh setiap individu, maka seorang pemimpin sangat perlu mempelajari secara seksama tingkat-tingkat kebutuhan bagi tiap individu bawahannya. Dengan berpegang pada teori Maslow ini, maka dalam melakukan motivasi kepada bawahannya, pemimpin perlu senantiasa bertindak secara adil. Istilah adil disini tidak berarti seluruh bawahan diperlakukan sama, melainkan harus diteliti secara seksama jenis dan tingkat kebutuhannya. Misalnya, jika seorang bawahan telah memiliki kendaraan bermotor, pasti yang bersangkutan tidak akan termotivasi dengan sepeda.
Lebih jauh tentang motivasi ini, Kartini Kartono (2004 : 106-107) berpendapat bahwa Motif atau motivasi (latin, motives) ialah :
(1)   gambaran penyebab yang akan menimbulkan tingkah laku, menuju pada suatu sasaran tertentu;
(2)   landasan dasar, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat;
(3)   ide pokok yang sementara berpengaruh besar terhadap tingkah laku manusia, biasanya merupakan suatu peristiwa masa lampau, ingatan, gambaran fantasi, dan perasaan-perasaan tertentu.
Motivasi orang bekerja pada umumnya bermacam-macam. Ada orang yang termotivasi mengerjakan sesuatu karena uangnya banyak, meskipun pekerjaan itu secara hukum tidak benar. Ada juga yang termotivasi karena rasa aman atau keselamatan meskipun bekerja dengan jarak yang jauh. Bahkan ada orang yang termotivasi bekerja hanya karena pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya sangat kecil.
Menurut Gerald Graham (Isak Arep dan Hendri Tanjung 2004 : 39-40), ada 20 cara memotifasi pegawai, yaitu :
§  Berikan informasi yang jelas kepada pegawai tentang kebutuhan yang mereka perlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik.
§  Berikan secara reguler umpan balik terhadap apa yang mereka kerjakan.
§  Tanyakan kepada pegawai mengenai tanggapan mereka terhadap pekerjaan mereka.
§  Ciptakan jalur komunikasi yang mudah dipakai sehingga pegawai dapat mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban secara cepat.
§  Belajarlah dari pegawai tentang apa yang dapat memotivasi mereka.
§  Pelajari kegiatan pegawai dalam tugasnya selama waktu senggang.
§  Berikan ucapan selamat secara pribadi kepada mereka yang melaksanakan pekerjaan dengan baik.
§  Pelihara kontak yang sering dengan orang yang mereka bawahi.
§  Tulis memo pribadi kepada mereka mengenai prestasi mereka.
§  Ungkapkan secara terbuka kepada umum tentang hasil kerja mereka yang baik.
§  Upayakan membangun moral kelompok untuk merayakan keberhasilan kelompok.
§  Berikan mereka pekerjaan yang baik untuk diselesaikan.
§  Pastikan bahwa pegawai memiliki alat-alat untuk mengerjakan pekerjaan mereka.
§  Akui dan kenali adanya kebutuhan pribadi karyawan.
§  Gunakan prestasi sebagai dasar promosi.
§  Ciptakan kebijakan promosi yang lengkap.
§  Tekankan komitmen perusahaan terhadap metode bekerja jangka panjang.
§  Tumbuhkan perasaan kelompok atau bermasyarakat.
§  Bayar kompensasi karyawan secara bersaing.
§  Janjikan pegawai pembagian laba.
Adapun menurut Kartini Kartono (2004 : 108), motivasi yang diberikan oleh pemimpin itu pada umumnya bermaksud untuk :
1.      Meningkatkan asosiasi dan integrasi kelompok serta menjamin keterpaduan.
2.      Menjamin efektifitas dan efisiensi kerja semua kelompok.
3.      Meningkatkan semua partisipasi aktif dan tanggung jawab social semua anggota.
4.      meningkatkan produktivitas semua sector dan anggota kelompok.
5.      menjamin terlaksananya realisasi diri dan pengembangan diri pada setiap anggota kelompok dan memberikan kesempatan untuk melakukan ekspresi bebas.
Dengan demikian pemimpin itu harus mampu memberikan motivasi yang baik kepada bawahannya. “Berilah kepada anggota-anggota kelompok atau bawahan satu motivasi atau satu kompleks motif-motif tertentu, maka pasti mereka bersedia melakukan perbuatan-perbuatan besar, atau perbuatan kepahlawanan lainnya”, demikian Kartini Kartono menambahkan.

C.    Aspek - aspek Penelitian
1.      Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Desa dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat perangkat desa..
2.      Faktor-faktor pendukung Kepala Desa dalam memberikan motivasi.
3.      Faktor-faktor penghambat Kepala Desa dalam memberikan motivasi.

D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Untuk menggambarkan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat perangkat desa Sebadu.
b.      Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung kepala desa Sebadu dalam memberikan motivasi.
c.       Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat kepala desa Sebadu dalam memberikan motivasi.
2.      Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah :
a.       Dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran mengenai pelaksanaan kepemimpinan kepala desa Sebadu khususnya dalam memberikan  motivasi kepada aparat perangkat desanya agar memiliki kinerja yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.      Dapat menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh kepala desa Sebadu dalam menyelenggarakan pemerintahannya.
c.       Dapat menambah berbendaharaan perpustakaan.

E.     Metode Penelitian
1.      Jenis dan Langkah Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk menggambarkan gaya kepemimpinan Kepala Desa Sebadu dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat perangkat desanya berdasarkan data dan fakta yang ditemukan dilapangan. Sedangkan untuk memperoleh, mengelola, dan mendeskripsikan data-data dilapangan, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Penelitian Kepustakaan (Library Research), langkah ini dilakukan untuk mencari teori dan pemahaman konsep yang memiliki keterkaitan erat dengan permasalahan yang diteliti. Penelurusuran kepustakaan melalui perpustakaan, taman bacaan dan refferensi buku pribadi.
2.      Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu dengan melakukan peninjauan dan pengamatan secara langsung (Observasi) terhadap seluruh aspek-aspek permasalahan yang akan diteliti.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a         Observasi; dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung, cermat dan seksama terhadap bagaimana peranan yang dimainkan oleh kepala desa khususnya dalam hal ini mengenai gaya kepemimpinan kepala desa selaku pemimpin dalam kaitannya dengan upaya – upaya strategis yang dilakukannya dalam memberikan motivasi kerja kepada aparat perangkat desa Sebadu yang notabene adalah bawahannya. Disamping itu, observasi juga dilakukan terhadap kinerja aparat perangkat desa Sebadu, untuk mengetahui sejauhmana respon mereka terhadap upaya-upaya motivasi yang telah dilakukan oleh kepala desa, serta hal-hal lainnya yang masih berhubungan dengan topik permasalahan yang diteliti.
b        Wawancara mendalam (Indepth Interview); dimana peneliti menempuh langkah tanya jawab secara mendalam kepada responden dan informan kunci penelitian guna memperoleh data yang diperlukan dalam proses penggambaran gaya kepemimpinan kepala desa Sebadu dan berbagai hal yang masih memiliki keterkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Wawancara ini ditempuh untuk mendapatkan  banyak keterangan dilapangan sehingga mampu membahas secara jelas obyek penelitian sekaligus memperoleh informasi yang cukup.
3.      Alat Pengumpulan Data
Adapun alat pengumpulan data yang diharapkan mampu memperoleh data sesuai dengan keadaan dilapangan adalah sebagai berikut :
a         Pedoman Observasi; yaitu peneliti hanya menggunakan ketajaman inderawi dalam mengamati keadaan dan aktivitas yang dilakukan oleh Kepala Desa dan aparat perangkat desa, selanjutnya hasil pemantauan dilapangan dicatat dalam lembaran kertas untuk dipergunakan sebagai data dan keterangan pelengkap penggambaran obyek penelitian.
b        Pedoman wawancara; yaitu pertanyaan terstruktur dari beberapa informasi yang ingin diperoleh melalui responden dan informan kunci penelitian. Daftar pertanyaan disusun berdasarkan kebutuhan, memperhatikan keterkaitannya dengan fokus permasalahan yang diteliti dan lebih jauh merupakan bentuk interogasi terbuka untuk mengeksplorasi data dilapangan sesuai apa adanya tanpa sedikitpun mengisolasi jawaban mereka dengan keinginan peneliti.
4.      Informan dan Subyek Sasaran Penelitian
Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah 3 (tiga) orang yang terdiri atas :
1.      Camat kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
2.      Sekretaris kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
3.      Kepala Desa Sebadu kecamatan Mandor, Kabupaten Landak
Sedangkan yang dijadikan sebagai subyek sasaran penelitian (responden) adalah 7 (tujuh) orang yang terdiri atas :
1.      1 (satu) orang dari unsur pelaksana yakni sekretaris desa.
2.      3 (tiga) orang dari unsur staff desa yaitu:
a.       Kaur Pemerintahan
b.      Kaur Pembangunan
c.       Kaur Umum.
3.      3 (tiga) orang Kepala Dusun yaitu :
a.       Kepala Dusun Sebadu
b.      Kepala Dusun Limpahung
c.       Kepala Dusun Agak-Ilir.
5.      Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian adalah kantor Kepala Desa Sebadu Kecamatan Mandor Kabupaten Landak dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a.       Penulis ingin memberikan sumbangan pemikiran serta solusi terhadap permasalahan yang dialami oleh kepala desa Sebadu.
b.      Di samping desa Sebadu lebih dekat jaraknya dengan tempat tinggal penulis, transfortasinya juga lancar sehingga memudahkan penulis dalam hal pengambilan data.
c.       Karena jaraknya dekat dan transfortasinya lancar, sehingga penulis dapat melakukan penghematan tenaga, waktu dan biaya.
6.      Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu setelah semua data yang diperlukan terkumpul melalui wawancara terhadap responden dan informan kunci ditambah lagi melalui pengamatan dilapangan, kemudian dilakukan pengelompokkan / pengklasifikasian sesuai kategori / jenisnya, selanjutnya diolah dan dianalisa dengan keterangan-keterangan yang ada dalam analisa data, sesuai dengan permasalahan yang diteliti.





DAFTAR PUSTAKA

Arep, Ishak. Tanjung, Hendri, 2004, Manajemen Motivasi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Bahan Materi Latihan Prajabatan Pegawai Negeri Sipil, 1990.
Djadmiko, Yayat Hayati, 2003, Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung.
Kartini Kartono, 2004, Pemimpin dan Kepemimpinan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Moleong, Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nawawi, Hadari, 1992, Administrasi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta.
-------------------,  1985, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu, 1991, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Bumi Aksara, Jakarta.
O’Connor, Carol A., 2003, Kepemimpinan Yang Sukses Dalam Sepekan, Kesaint Blanc, Bekasi.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
Siagian, Sondang, P., 1991, Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, CV Haji Masagung, Jakarta.
Soeparmo, R,  1977, Mengenal Desa: Gerak dan Pengelolaannya, PT Intermasa, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Widjaja, H.AW, 2002, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN Judul : “PERANAN KEPEMIMPINAN KEPALA DESA SEBADU DALAM MEMBERIKAN MOTIVASI KERJA APARAT PERANGKAT DESA” (Su...